Jumat, 28 Desember 2012

Every Soul Shall Taste Death -Part Six-


“Dulu waktu gua smp kan gua sempet pacaran ama Ariva, terus Ariva ngasih gua kalung kayak begitu, karena gua gasuka kalung gua jadiin gantungan tas aja, nah semenjak kls 9 kita jarang bgt ketemuan lg soalnya udah pada mau fokus UN dan Ariva saat itu minta putus ama gua alasannya karena dia mau fokus ke UN, dan ternyata dia berhasil, dia dapet nem UN tertinggi di smpku waktu itu, gua pun cukup bangga, tapi semenjak lulus udah lost contact, gua ga nyangka ya Ariva yang dulu lincah bgt pas diajak jalan sama gua ampe gua nyegir-nyengir sendiri, sekarang dia jadi pendiem dan merubah namanya menjadi Yumna... Ya ampun mantan guaaa” jelas panjang lebar Hamzah cerita ke Rifina.
Hamzah lagi-lagi menundukkan kepalanya dan berusaha menahan isak tangisnya itu mengetahui bahwa Yumna itu adalah mantannya yang dulu. Rifina hanya dapat menghibur Hamzah yang sedang sedih itu.
“Sudahlah jah jgn terlalu dipikirin mungkin ini jalan yang terbaik”
“Tapi nyesek fin. gua baru tau dia mantan gua setelah dia meninggal itu nyesek aja.” dumel Hamzah. “Ah, udah deh mending gua lanjutin KI Yumna a.k.a Ariva itu” Hamzah ngomong sambil membuka laptopnya.
Rifina hanya menghela nafas sambil tersenyum kecil dan berfikir dalam hati.
“(in: Yumnaa, Yumna... kenapa kamu waktu itu nggak jujur ajasih sama mantanmu? Malang betul mantanmu ini ampe mikirin kamu segitunya.)”
Hamzah yang saat itu sedang asik berdua dengan Rifina dan sama-sama sedang sibuk dengan laptopnya, ternyata geng cheers memata-matai mereka berdua yang sedang di kelas saat itu. Mereka cukup geram atas dekatannya Rifina dengan Hamzah yang cukup tenar dikalangan cewek itu. Padahal dia jarang sekali ngobrol dengan cewek lain selain Rifina. Cewek-cewek cheers itu pun iri dan berniat merencanakan sesuatu yang jahat terhadap Rifina.
Ya, kejadian itu terjadi saat pulang sekolah, saat sudah pada bubaran, hanya ada beberapa anak yang masih di sekolah termasuk Rifina yang saat itu ada tugas piket, kesempatan bagus buat geng cheers untuk melakukan sesuatu terhadap Rifina. Geng cheers yang berjumlah 5 orang itu ada Adis (ketua), Veren, Janice, Isabel, dan Fitri. Mereka berlima menyuruh Rifina untuk pergi ke gudang belakang sekolah untuk membicarakan sesuatu.
“Rifina, nanti selesai kerja piketnya aku ingin bicara ya di gudang belakang sekolah.” Jelas Adis.
“Untuk apa? Kenapa harus disana?” tanya Rifina khawatir dan heran.
“Udah ikutin aja kata-kata Adis!” celetuk Janice.
“Eh, Oke”
Setelah itu Rifina benar-benar mengikuti apa kata-kata mereka. Dia menuju gudang belakang sekolah yang pintunya sudah terbuka lebar seakan menunggu kedatangannya. Rifina tanpa berpikir panjang langsung masuk ke gudang yang sunyi senyap dan jarang di pakai sekolah lagi.
“Hei kalian dimana?” tanya Rifina sedikit takut.
Tiba-tiba, saat Rifina sudah ada di dalam gudang itu, gudang itu ditutup sedikit menyisakan celah kecil dan ternyata geng cheers itu sudah menunggu di belakang pintu. Rifina, kaget bukan main, perasaannya mulai tidak enak, ada apakah gerangan?
“Kalian mau ngapain sih sebenarnya?” tanya Rifina cemas.
“Tidak ada apa-apa kok kami hanya ingin membicarakan sesuatu dengan mu.” Jawab Adis sambil menyeringai kecil dan seakan menyuruh keempat temannya untuk melakukan sesuatu hanya dengan sebuah petikan jari.
Temannya pun langsung mengerti dan melaksanakannya. Veren membawakan sebuah bangku usang yang tersimpan di gudang itu, Fitri mencari-cari tali dan dua kain panjang entah untuk apa. Setelah bangku diletakkan disamping Rifina, Janice dan Isabel menyeret kedua tangan Rifina dengan paksa dan menduduki Rifina di bangku usang itu dan menahannya bahunya agar tidak berdiri.
Rifina berusaha melawan tingkah aneh mereka yang semena-mena terhadapnya. Tetapi tidak bisa, mereka kasar sekali terhadap Rifina, dan akhirnya Rifina setengah pasrah dengan keadaan yang sedang dialaminya itu. Setelah Fitri menemukan tali dan dua kain perca, tali itu diikatkan kepada Rifina yang duduknya ditahan oleh Janice dan Isabel itu. Rifina terkejut dan berusaha melepaskan dirinya dari ikatan itu.
“Aduh kalian mau apa sih?” geram Rifina kesal karena dirinya sudah diperlakukan semena-mena.
“Kita mau apa? Hmph, hahahaha kita cuma mau lo pisah dari Hamzah dan jangan sok deketin dia lagi” tegas Adis sambil menjambak rambut Rifina.
“Aduh.. sakit..” Rifina tidak bisa bergerak dengan badannya yang terikat itu.
“Hahaha makanya jadi cewek jangan sok deket-deket sama cowok tenar macem Hamzah!” celetuk Veren.
“Haha iya, mentang-mentang lo pendiem terus sok pura-pura minta belas kasih gitu sama Hamzah biar jadi temennya? Iyuh!” celetuk Janice.
“Tau nih ah cewek macem lo enaknya diapain ya~” celetuk Isabel sambil nempeleng kepala Rifina.
“Udah lah kita sekap disini aja ampe jera, mampus mampus dah lo nggak ada yang tau dan nggak ada yang peduli ini~ ya gaa? Hahaha” tawa Fitri dengan pikiran jahatnya.
“Stop!! Kalian udah salah paham sama aku!! Aku nggak pernah berniat buat deketin Hamzah! Kenapa sih kalian ampe segitunya?! Kalian jahat! Hamzah sendiri lah yang deketin aku dan Yumna!” jelas Rifina mulai terisak.
“Oh! Jadi gitu ya? Kabar anginnya sih si Yumna itu udah mati ya ketabrak Truk Beton terus ditolong Hamzah? Keterlaluan emang si Yumna itu pantaslah kalau dia mati haha!” tawa Adis jahat.
“Urgh kalian jahat sekali!” geram Rifina sambil mulai menangis.
“Hahaha kasian deh udah ditinggal sahabat tercintah~” celetuk Veren.
“Ahaha kurasa dia ingin menyusul si Yumna itu” pikir jahat Janice.
“Ahaha ide yang bagus girls” celetuk Adis sambil mengedipkan mata ke Fitri yang sudah menyiapkan sesuatu.
“Aduh kalian mau ngapain lagi sih?!” tanya Rifina mulai menangis.
“Kita mau nyekep kamu sebentar kok biar kamu jera dan gak akan deketin Hamzah lagi. Eh bukan sebentar deh selama orang gatau lo disini kali ya ahaha labil ah gue!” tegas Adis.
“Itu gabisa.. soalnya aku ada urusan lomba KI sama dia. Aku gabisa jauh bukan berarti mau deketin dia tau”
“Ah gituan doang diurusin alibi lo!” celetuk Isabel.
“Ah udahlah girls gua capek udah dijemput lagi sama bmw gua tercinta, dadah Rifina~ kita tinggal ya~” celetuk Adis.
“Kalian jahat! Apa gunanya nyekep aku disini?! Masa kalian nyari hiburan hati dengan cara begini?!” tangis Rifina.
“Eh iya ada yang kelupaan” nyeringai Adis sebelum meninggalkan gudang dan melirik ke Fitri yang disamping Rifina.
Fitri yang mengerti maksud kedipan Adis itu langsung melakukan rencana jahatnya itu. Ya, Fitri langsung membekap dengan kencang Rifina yang terikat di bangku usang itu dengan sapu tangannya yang sudah diteteskan obat pembius chloroform.
“Nggg..! Nggg..! Nggg..!! Ngggh....” Rifina berusaha melawan dengan menggeleng-gelengkan kepalanya, tetapi gagal. Dia sudah terbius dengan cepat. Dan tertidur dengan pulas.
“Hahaha dasar. Makanya jadi orang jangan cerewet! Ah gedek gua! Udah tutup aja mata sama mulutnya biar lama-lama dia nyusul sahabatnya itu hahaha yuk tinggalin!” Jahatnya Adis berkata seperti itu.
Isabel pun menutup mata Rifina yang tertidur itu dengan kain perca dari gudang, begitu pula dengan mulutnya, Isabel ikat kencang-kencang kain perca itu agar tidak copot saat iya meronta-ronta bangun nanti. Ya, geng cheers yang jahat itu pun meninggalkan Rifina yang terikat, mata dan mulut tertutup itu. Jahatnya mereka, entah apa maksud mereka. Mereka akhirnya pulang setelah melakukan perbuatan jahat itu terhadap Rifina.
Waktu menunjukkan 9 malam. Rifina yang tersekap itu baru bangun dari tidurnya. Saat terbangun ia meronta-ronta kesakitan dengan ikatan itu seakan ingin terlepas dari ikatan itu, ia ingin minta tolong tapi suaranya serak dan sedang dibalut kencang dengan kain perca.
“(in: kenapa aku harus mengalami ini...)” Rifina mulai menangis dalam pikirannya itu.
Tiba-tiba ada seberkas cahaya kecil dari luar. Lama-kelamaan cahaya itu masuk ke gudang usang itu dan semakin menyilaukan. Rifina tidak bisa melihat apa-apa karena dia ditutup matanya. Dia hanya pasrah, merinding ketakutan, berharap tidak ada yang berlaku jahat lagi terhadapnya.
“Rifina...... jangan khawatir..... aku akan segera menolongmu.....”
Suara kecil lemah itu menggeliat di telinga Rifina. Suara siapa itu?

-To Be Continued-

1 komentar: